PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sesudah abad ke-2 Hijriyah muncul golongan
sufi yang mengamalkan amalan-amalan dengan tujuan kesucian jiwa untuk taqarrub
kepada Allah. Para sufi kemudian membedakan pengertian-pengertian syari’ah, thariqat,
haqiqat, dan makrifat.
Pada abad ke-5 Hijriyah atau 13 Masehi barulah
muncul tarekat sebagai kelanjutan kegiatan kaum sufi sebelumnya. Hal ini
ditandai dengan setiap silsilah tarekat selalu dihubungkan dengan nama pendiri
atau tokoh-tokoh sufi yang lahir pada abad itu. Pelopor adanya tarekat adalah
Abd al-Qadir al-Jailani yang juga merupakan pendiri tarekat Qadiriyah. Sehingga
muncullah beberapa tarekat yang dihubungkan dengan nama pendiri tarekat
tersebut, diantaranya tarekat Naqsyabandiyah, dan Syadziliyah itu merupakan
tarekat muktabarah yang ada di Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
A. Pendiri
Tarekat Qadiriyah
B. Ciri-ciri
Tarekat Qadiriyah
C. Ajaran
Tarekat Qadiriyah
1.3 Tujuan
A. Mengetahui
tentang Tarekat Qadiriyah
B. Pendiri
Aliran Tarekat Qadiriyah
C. Menyelesaikan
Tugas Mata Kuliah Tasawuf
PEMBAHASAN
2.1 Pendiri Tarekat Qadiriyah
Tarekat ini
didirikan oleh Muhy Ad-Din Abd Al-Qadir al-Jailani (471 H/1078 M). Tarekat
Qadiriyah adalah nama sebuah tarekat yang didirikan oleh Syekh Abdul Qadir
Jailani. Nama lengkapnya adalah Muhyiddin Abu Muhammad Abdul Qadir bin Abi
salih Zangi Dost Al-Jailani (470 H/1077M – 561 H/1166 M) . Tarekat Qadiriyah
berkembang dan berpusat di Irak dan siria kemudian diikuti oleh jutaan umat
muslim yang terbesar di Yaman, Turki, Mesir, india, Afrika, dan Asia. Tarekat
ini sudah berkembang sejak abad ke-13 M. Sekalipun demikian, tarekat ini baru
terkenal di dunia pada abad ke-15 M. Di Mekah, tarekat Qadiriyah sudah berdiri
sejak 1180 H/1669M.[1]
Tarekat Qadiriyah dikenal luwes,
yaitu apabila sudah mencapai derajat Syekh, murid tidak mempunyai keharusan
untuk terus mengikuti tarekat gurunya. Bahkan, dia berhak melakukan modifikasi
tarekat yang lain ke dalam tarekatnya. Hal tersebut tampak pada ungkapan Abdul
Qadir jailani, “Bahwa murid yang sudah mencapai derajat gurunya, dia menjadi
mandiri sebagai Syekh dan Allah lah yang menjadi walinya untuk seterusnya.”
Karena
keluwesan tersebut, terdapat puluhan tarekat yang masuk ke dalam kategori
Qadiriyah di dunia Islam, seperti Banawa yang berkembang pada abad
ke-19,ghawtsiyah (1517), junaidiyah (1515 M), Kamaliyah (1584 M), dan
lain-lain, semuanya dari India. Di Turki, terdapat tarekat hindiyah,
khulusyiyah, dll. Di yaman, ada tarekat ahdaliyah, asadiyah, musyariyah. Adapun
di afrika, diantaranya terdapat tarekat ammariyah, bakka’iyah, dan sebaginya.
Sejarah singkat pendiri Tarekat Qadiriyah Pendiri
tarekat Qadiriyah adalah ‘Abd al-Qadir Jailani, yang terkenal dengan sebutan
Syaikh ‘Abd al-Qadir Jailani al-ghawts. Beliau lahir di desa Naif Kota Ghilan
(470 H/1077 M) dan meninggal di Baghdad pada tahun 561/1166. Menurut Triminghan
sebagaiman yang dikutip oleh Martim Van Bruinessem, mengatakan bahwa pada tahun
1300 M tarekat Qadiriyah sudah ada di Irak dan Suriah.
2.2 Ciri-ciri Tarekat
Qadiriyah
- Dzikir bersama.
- Senantiasa membacakan sajak dan qasidah diiringi musik rebana.
- Melakukan dzikir Nafi wa itsbat, diiringi dengan rebana.
- Seluruh badan ikut berdzikir.
- Adanya adegan magic atau debus.
- Tunduk dibawah garis keturunan takdir dengan kesesuaian hati dan roh.
- Memisahkan diri dari kecenderungan nafsu.
2.3 Ajaran Tarekat
Qadariyah
Ajaran syekh Abb al-Qadir selalu
menekankan pada pensucian diri dari nafsu dunia. Karena itu memberikan beberapa
petunjuk untuk mencapai kesucian diri yang tertinggi. Adapun ajaran-ajaran
tersebut adalah :
1. Taubat
Taubat adalah kembali kepada Allah
dengan mengurai ikatan dosa yang terus menerus dari hati kemudian melaksanakan
hak Tuhan.
Ibnu ‘abas ra.
Berkata: “taubat al-nasuha adalah penyesalan dalam hati permohonan
ampun dengan lisan, meninggalkan dengan anggota badan dan berniat tidak akan
mengulangi lagi.”
Menurut syekh Abd Qadir jailani, taubat
ada dua macam, yaitu:
- Taubat yang berkaitan dengan hak sesama manusia.Taubat ini tidak terealisasi kecuali dengan menghindari kezaliman, memberikan hak kepada yang berhak, dan mengembalikan kepada pemiliknya.
- Taubat yang berkaitan dengan hak Allah. Taubat ini dilakukan dengan cara selalu mengucapkan istighfar dengan lisan, menyesal dalam hati, dan bertekad untuk tidak mengulanginya lagi di masa mendatang.
2.
Zuhud
Zuhud secara bahasa berpaling darinya
dan meninggalkannya karena menganggapnya hina atau menjauhinya karena dosa.
Sedangkan menurut istilah zuhud adalah merupakan gambaran tentang menghindari
dari mencintai sesuatu yang menuju kepada sesuatu yang lebih baik darinya. Atau
istilah lain, menghindari dunia karena tahu kehianaannya bila dibandingkan
dengan kemahalan akhirat. Menurut ‘Abd al-Qadi jailani, zuhud ada dua
macam, yaitu:
- Zuhud hakiki yaitu mengeluarkan dunia dari hatinya. Hal ini bukan berarti bahwa seseorang menolak rezeki yang diberikan Allah kepadanya, tetapi di mengambilnya lalu digunakan untuk ketaatan kepada Allah.
- Zuhud lahir yaitu mengeluarkan dunia dari hadapannya. Berarti bahwa harus menahan hawa nafsu (sesuatu yang kita sayangi) serta menolak semua tuntutannya.
3.
Tawakal
Tawakal artinya berserah diri. Hakikat
tawakal adalah menyerahkan segala urusan kepada Allah dan membersihkan diri
dari gelapnya pilihan, tunduk dan patuh terhadap hukum dan takdir. Syekh ‘Abd
al-Qadir Jailani menekankan pentingnya tawakal dengan mengutip sebuah sabda
Nabi,”bila seseorang menyerahkan dirinya secara penuh kepada Allah, maka Allah
akan mengaruniakan apa saja yang diminta. Begitu juga sebaliknya, bila dengan
bulat ia mnyerahkan dirinya kepada dunia, maka Allah akan membiarkan dirinya
dikuasai oleh dunia.” Semakin banyak orang yang mengejar dunia, maka semakin
lupa dia akan akhirat, sebagai mana dinyatakan dalam sabda Nabi,”Apabila
ingatan manusia telah condong kepada dunia, maka ingatannya kepada akhirat
berkurang.
4.
Syukur
Syukur adalah ungkapan rasa terima
kasih atas nikmat yang diterima, baik lisan, tangan, maupun hati. Menurut syekh
‘Abd al-Qadir Jailani hakikat syukur adalah mengakui nikmat Allah karena Dialah
pemilik karunia dan pemberian sehingga hati mengakui bahwa segala nikmat
berasal dari Allah dan patuh pada syari’at-Nya.
Syekh ‘Abd
al-Qadir Jailani membagi syukur menjadi tiga macam, yaitu:
·
Syukur dengan
lisan, yaitu dengan mengakui adanya nikmat dan merasa tenang. Dalam hal ini si
penerima nikmat mengucapkan nikmat Tuhan dengan segala kerendahan hati dan
ketundukkan.
- Syukur dengan badan atau anggota badan, yaitu dengan cara melaksanakan dan pengabdian serta melaksanakan ibadah sesuai dengan perintah Allah. Dalam hal ini, si penerima nikmat selalu berusaha mnjalankan perintah Tuhan dan menjauhi segala larangan-Nya.
- Syukur dengan hati, yaitu beritikaf/berdian diri atas tikar Allah dengan senantiasa menjaga hak Allah yang wajib dikerjakan. Dalam hal ini, si penerima nikmat mengakui dari dalam hatinya bahwa semua nikmat itu berasal dari Allah SWT.
5.
Sabar
Sabar adalah
tidak mengeluh karena musibah yang menimpa kita kecuali mengeluh kepada Allah.
Menurut syekh ‘Abd al-Qadir Jailani, sabar ada tiga macam, yaitu:
- Bersabar kepada Allah dengan melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
- Bersabar bersama Allah, yaitu bersabar terhadap ketetapan Allah dan perbuatan-Nya terhadapmu dari berbagai macam kesuliatan dan musibah.
- Bersabar atas Allah, yaitu bersabar terhadap rezeki, jaln keluar, kecukupan, pertolongan, dan pahala yang dijanjikan Allah di kampung akhirat.
6. Ridha
Ridha adalah kebahagian hati dalam
menerima ketetapan (takdir). ‘Abd al-Qadir mengutip ayat al-qur’an tentang
perlunya sikap ridha, “dengan mereka menggembirakan mereka dengan memberikan
rahmat darinya, keridhaan dan syurga. Mereka memperoleh didalamnya kesenangan
yang kekal.”(AtTaubah:21).
7. Jujur
Jujur menurut bahasa adalah menetapkan
hukum sesuai dengan kenyataan.
Menurut syekh ‘Abd al-Qadir Jailani, jujur adalah mengatakan yang benar dalam kondisi apapun, baik menguntukan maupun yang tiadak menguntungkan.
Menurut syekh ‘Abd al-Qadir Jailani, jujur adalah mengatakan yang benar dalam kondisi apapun, baik menguntukan maupun yang tiadak menguntungkan.
2.4 Tokoh Aliran
Tariqat Qadiriyah
Beliau adalah Syaikh Muhiyuddin Abu
Muhammad Abdul Qadir bin Abu Saleh Jinki Dusat bin Musa Al-Juun bin Abdullah
Al-Mahdh bin Hasan Al-Mutsana bin Amirul Mu’minin Abu Hasan bin Amirul Mukminin
Ali bin Abi Thalib bin Abdul Muthalaib bin Hasyim bin Abdul Manaf bin Qushay
bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Luat bin Ghalib bin Fahr bin Malik bin Madhr
bin Nadzaar bin Ma’ad bin Adann Al-Qurasy Al-Alawi Al-Hasani Al-Jiili
Al-Hambali.[2]
Beliau adalah cucu dari Syaikh Abdullah
Ash-Shauma’i pemimpin para Zuhad (asketis) dan salah seorang Syaikh kota Jilan
serta yang di anugerahi berbagai karamah. Syaikh Abu Abdullah Muhammad
Al-Qazwaini berkata,”Syaikh Abdullah Ash-Shauma’i adalah seseorang yang
mustajab doanya. Apabila dia marah maka Allah Swt akan segera menghancurkan
yang dimurkainya dan apabila dia menyenangi sesuatu maka Allah Swt menjadikan
sesuatu tersebut sesuai yang di kehendakinya.” dibalik kerapuhan badan
kerentaan usianya, beliau masih konsistennya melaksanakan amalan sunah dan
berzikir. kekhusyu’annya dapat dirasakan oleh semua orang, sangat sabar dalam
kekonsistenannya dan sangat menjaga waktunya. Beliau sering mengabarkan tentang
sesuatu yang belum terjadi dan kemudian terjadi seperti yang beliau kabarkan.
Seorang sahabat Syaikh Muhammad bin
Yahya At-Tadafi meriwayatkan,”Suatu saat ketika kami sedang melakukan
perjalanan Niaga, segerombolan perampok menyerang kami di padang pasir
Samarkhan, saat itu ada yang berteriak memanggil Syaikh Abdullah Ash-Shauma’i
dan berikutnya beliau muncul di tengah-tengah kami seraya mengucapkan “Subbuhul
Quddus menjauhlah dari kami. Gerombolan perampok itu tercerai berai. Setelah
selamat dari serangan itu kami mancari sang Syaikh dan tidak menemukannya, dia
raib begitu saja. Setibanya kami di Jilan, kami menceritakan hal tersebut
kepada orang-orang dan mereka berkata,”Demi Allah, sang Syaikh tidak pernah
hilang dari tengah kami.
Ibu beliau adalah Fathimah binti Syaikh
Abdullah Ash-Shauma’i, meriwayatkan,”Setelah lahir Anakku Abdur Qodir Jilani
tidak mau menyusu pada bulan Ramadhan. oleh karena itu, jika orang-orang tidak
dapat melihat Hilal penentuan bulan Ramadhan, mereka mendatangiku dan
menanyakan hal tersebut kepadaku. Jika aku menjawab, Hari ini anakku tidak
menyusu maka orang-orang di Jilan telah mengerti bahwa bulan ramadhan telah
tiba. Bahwa beliau bayi yang tidak menyusu pada bulan ramadhan adalah sesuatu
yang Masyhur di Jilan.
2.5 Inti
ajaran dasar Tarekat Qodiriyah
Ada
2 hal yang melandasi inti ajaran tarekat qodiriyah yaitu:
1.
Berserah
diri (lahir bhatin) kepada Allah. Seorang muslim wajib menyerahkan segala hal
kepada Allah, mematuhi perintah-nya dan menjauhi larangan-nya
2.
Mengingat
dan menghadirkan Allah dalam kalbunya. Caranya dengan menyebut asma Allah dalam
setiap detak nafasnya. Bagaimana pun, dzikrullah adalah suatu perbuatan yang
mampu menghalau karat lupa kepada Allah, menggerakan keikhlasan jiwa, dan
menghadirkan manusia duduk
Penerapan
dzikir dari tarekat qodiriyah adalah dengan lebih mengutamakan pada dzikir yang
jelas (dzikir jahr) dalam menyebutkan kalimat nafyi waal itsbat
Tarekat qodiriyah berdzikir dengan cara:
1.
nyaring
2.
berdiri dan
3.
duduk
tahap
menjalani tarekat qodiriyah :
a.
bai’at
untuk
memperoleh status keanggotaan secara formal dengan mengikat perjanjian
kesetiaan
1.
pertemuan
antara mursyid dan murid
2.
wasiat
mursyid (talqin)
3.
pengesahan
untuk diterima secara formal
4.
pembacaan
do’a oleh mursyid
5.
pemberian
minum oleh mursyid
2.6
Tarekat Qodiriyah di Indonesia
Seperti halnya tarekat di Timur Tengah. Sejarah tarekat
Qodiriyah di Indonesia juga berasal dari Makkah al-Musyarrafah. Tarekat
Qodiriyah menyebar ke Indonesia pada abad ke-16, khususnya di seluruh Jawa,
seperti di Pesantren Pegentongan Bogor Jawa Barat, Suryalaya Tasikmalaya Jawa
Barat, Mranggen Jawa Tengah, Rejoso Jombang Jawa Timur dan Pesantren Tebuireng
Jombang Jawa Timur. Syeikh Abdul Karim dari Banten adalah murid kesayangan Syeikh
Khatib Sambas yang bermukim di Makkah, merupakan ulama paling berjasa dalam
penyebaran tarekat Qodiriyah. Murid-murid Sambas yang berasal dari Jawa dan
Madura setelah pulang ke Indonesia menjadi penyebar Tarekat Qodiriyah tersebut.
Tarekat ini mengalami perkembangan pesat pada abad ke-19,
terutama ketika menghadapi penjajahan Belanda. Sebagaimana diakui oleh
Annemerie Schimmel dalam bukunya “Mystical Dimensions of Islam” hal.236 yang
menyebutkan bahwa tarekat bisa digalang untuk menyusun kekuatan untuk menandingi
kekuatan lain. Juga di Indonesia, pada Juli 1888, wilayah Anyer di Banten Jawa
Barat dilanda pemberontakan. Pemberontakan petani yang seringkali disertai
harapan yang mesianistik, memang sudah biasa terjadi di Jawa, terutama dalam
abad ke-19 dan Banten merupakan salah satu daerah yang sering berontak.
Qodiriyah adalah organisasi tebrbesar Islam Nahdlaltul Ulama
(NU) yang berdiri di Surabaya pada tahun 1926. Bahkan tarekat yang dikenal
sebagai Qadariyah Naqsabandiyah sudah menjadi organisasi resmi di Indonesia.
Juga pada organisasi Islam Al-Washliyah dan lain-lainnya.
Dalam kitab Miftahus Shudur yang ditulis KH Ahmad Shohibulwafa Tadjul Arifin
(Mbah Anom) di Pimpinan Pesantren Suryalaya, Tasikmalaya Jabar dalam silsilah
tarekatnya menempati urutan ke-37, sampai merujuk pada Nabi Muhammad saw,
Sayyidina Ali ra, Abdul Qadir Jilani dan Syeikh Khatib Sambas ke-34.[3]
Penutup
3.1 Kesimpulan.
Tarekat ini
didirikan oleh Muhy Ad-Din Abd Al-Qadir al-Jailani (471 H/1078 M). Tarekat
Qadiriyah adalah nama sebuah tarekat yang didirikan oleh Syekh Abdul Qadir
Jailani. Nama lengkapnya adalah Muhyiddin Abu Muhammad Abdul Qadir bin Abi
salih Zangi Dost Al-Jailani (470 H/1077M – 561 H/1166 M) . Tarekat Qadiriyah
berkembang dan berpusat di Irak dan siria kemudian diikuti oleh jutaan umat
muslim yang terbesar di Yaman, Turki, Mesir, india, Afrika, dan Asia. Tarekat
ini sudah berkembang sejak abad ke-13 M.
Ada
2 hal yang melandasi inti ajaran tarekat qodiriyah yaitu:
1.
Berserah
diri (lahir bhatin) kepada Allah. Seorang muslim wajib menyerahkan segala hal
kepada Allah, mematuhi perintah-nya dan menjauhi larangan-nya
2.
Mengingat
dan menghadirkan Allah dalam kalbunya. Caranya dengan menyebut asma Allah dalam
setiap detak nafasnya. Bagaimana pun, dzikrullah adalah suatu perbuatan yang
mampu menghalau karat lupa kepada Allah, menggerakan keikhlasan jiwa, dan
menghadirkan manusia duduk
[1] Tarekat
Qadiriyah, http://belajartasauf.blogspot.com/2012/04/tarekat-qodiriyah.html, di Akses
23-Mei-2015, 15:14 WIB.
[2]Tarekat
Qadiriyah, https://putrifikriati.wordpress.com/2014/04/29/tarekat-qadiriyah-syadziliyah-dan-naqsyabandiyah/, diakses
23-Mei-2015, 13:23 WIB.
[3] Tarekat
Qadiriyah, http://anharululum.blogspot.com/2011/03/tariqat-qadiriyah.html, di akses
23-Mei-2015, 15;22 WIB
0 Comments
Silahkan Berkomentar yang Baik, Guys!!